KabarPekanbaru.com — Seekor harimau Sumatra dewasa dilaporkan muncul di kawasan industri PT Wilmar, Kelurahan Pelintung, Kecamatan Medang Kampai, sekitar 5 kilometer dari pemukiman warga. Kemunculan harimau ini terekam kamera warga dalam sebuah video berdurasi 21 detik yang viral di media sosial.
Merespons laporan tersebut, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau bergerak cepat bersama Polsek Medang Kampai dan tim keamanan PT Wilmar melakukan pengecekan lapangan di area pabrik goni kilometer 110.
Kepala BBKSDA Riau, Supartono, mengatakan bahwa hasil pemeriksaan tim menemukan jejak kaki harimau dengan ukuran tapak 15 x 13 sentimeter, serta jarak langkah sekitar 130 sentimeter, menandakan satwa tersebut sudah dewasa.
“Temuan ini mengindikasikan bahwa harimau tersebut adalah individu dewasa,” ujar Supartono, Senin (28/4/2025).
Sebagai langkah lanjutan, tim akan segera memasang kamera jebak (camera trap) di sekitar lokasi untuk mengidentifikasi lebih akurat pergerakan dan keberadaan harimau.
“Pemasangan kamera jebak bertujuan untuk mendapatkan data penting, sehingga bisa diambil langkah-langkah penanganan yang tepat,” tambahnya.
BBKSDA Riau juga mengimbau perusahaan untuk mengurangi aktivitas di area tersebut, terutama pada sore hingga malam hari. Masyarakat sekitar diingatkan untuk lebih waspada dan tidak melakukan aktivitas sendirian di lokasi rawan.
Supartono menegaskan bahwa patroli rutin serta pengumpulan data dari camera trap akan terus dilakukan untuk mencegah potensi konflik antara manusia dan satwa liar, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Dalam video yang beredar, harimau terlihat sempat diam di pinggir jalan dekat semak belukar, sebelum akhirnya berlari menghilang ke dalam hutan setelah terkena sorotan senter.
BBKSDA Riau kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak mencoba mendekati atau berinteraksi dengan harimau, serta segera melaporkan jika ada tanda-tanda keberadaan satwa liar.
“Kami mohon kerja sama semua pihak agar tetap waspada dan mendukung upaya pelestarian harimau Sumatra, yang kini keberadaannya makin kritis,” tutup Supartono.