Pemprov Riau Perkuat Efisiensi Anggaran, Respons Inpres Nomor 1 Tahun 2025

Berita Utama39 Dilihat

KabarPekanbaru.com — Pemerintah Provinsi Riau mengambil langkah konkret menindaklanjuti arahan efisiensi anggaran dengan mengikuti rapat koordinasi penyesuaian pendapatan dan penghematan belanja daerah dalam struktur APBD Tahun Anggaran 2024. Rapat ini juga menjadi ajang evaluasi terhadap pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang menggarisbawahi pentingnya efisiensi fiskal di seluruh jenjang pemerintahan.

Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Taufiq Oesman Hamid, menegaskan bahwa pihaknya telah mengikuti mekanisme efisiensi yang diamanatkan. Ia menyampaikan bahwa koordinasi intensif antara Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota di Riau terus berjalan untuk menyelaraskan implementasi kebijakan ini di seluruh wilayah.

“Riau sudah selaras dengan mekanisme efisiensi yang ditetapkan pemerintah pusat. Kami tetap intens berkoordinasi dengan kabupaten dan kota hingga hari ini. Rapat ini penting untuk memperdalam pemahaman kami terhadap kebijakan efisiensi belanja secara nasional,” ujar Taufiq saat menghadiri rapat di Ruang Melati, Kantor Gubernur Riau, Kamis (24/4/2025).

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Horas Maurits Panjaitan, menyampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) secara aktif akan melakukan pemantauan ketat terhadap praktik efisiensi belanja yang dilakukan oleh seluruh kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

“Pemantauan dilakukan sebagai tindak lanjut langsung dari instruksi presiden. Ini untuk memastikan pengelolaan anggaran daerah dilakukan secara bijak dan tepat sasaran,” ujar Maurits.

Ia menekankan bahwa pemerintah daerah perlu memangkas berbagai jenis pengeluaran yang tidak berdampak langsung terhadap pelayanan publik. Termasuk di antaranya belanja seremonial, studi banding, kajian akademik, seminar, serta forum diskusi seperti FGD (Focus Group Discussion).

“Perjalanan dinas harus dipangkas hingga 50 persen. Aturan ini berlaku bagi seluruh perangkat daerah tanpa terkecuali,” tegasnya.

Lebih lanjut, Maurits menjelaskan bahwa penghematan anggaran harus difokuskan pada pemangkasan belanja pendukung atau administratif. Belanja yang tidak menghasilkan output konkret atau terukur menurutnya harus diminimalkan.

“Prioritas kita adalah belanja yang berdampak langsung pada masyarakat. Belanja yang memiliki output jelas, terutama yang bersifat wajib dan mendukung peningkatan kualitas layanan publik,” pungkasnya.