KabarPekanbaru.com — Provinsi Riau mengukuhkan diri sebagai episentrum diskursus pendidikan Islam dengan menjadi tuan rumah Seminar Internasional dan Muzakarah Pendidikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang berlangsung pada 22 hingga 24 April 2025. Perhelatan akbar ini resmi dibuka di Menara Dang Merdu, Bank Riau Kepri Syariah (BRKS), Kota Pekanbaru, Rabu (23/4/2025).
Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Ummar, hadir membuka agenda yang mempertemukan lebih dari 300 partisipan dari berbagai penjuru Nusantara. Seminar ini tak hanya menghadirkan dinamika intelektual, tetapi juga semangat kolektif untuk memformulasikan kurikulum tunggal pendidikan Islam berbasis tradisi kitab kuning.
Pusat aktivitas para peserta tidak hanya terfokus di gedung megah di jantung kota. Pondok Pesantren Nurul Azhar di Palas, Pekanbaru, menjadi titik temu lanjutan, tempat para akademisi dan praktisi pendidikan membedah isu-isu strategis, mempresentasikan hasil kajian ilmiah, serta merumuskan skema integratif menuju pendidikan Islam yang adaptif namun tetap berakar kuat.
Menjadi sorotan dalam muzakarah ini adalah kehadiran para narasumber utama dari universitas terkemuka di Brunei Darussalam dan Malaysia. Perspektif lintas negara tersebut memperkaya wacana serta menambah bobot ilmiah forum ini. Pada malam harinya, suasana ilmiah semakin menggelora dengan penyampaian makalah oleh enam pimpinan Pondok Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) dari berbagai daerah. Mereka menegaskan komitmen kolektif untuk mempertahankan eksistensi kitab kuning sebagai benteng warisan ulama salaf di tengah gelombang modernisasi.
Lebih dari sekadar pertemuan akademik, muzakarah ini menjadi momen kelahiran “Bai’ad Nurul Azhar”, sebuah konsensus monumental antar-pesantren dan MTI PERTI untuk menyatukan kurikulum berbasis nilai-nilai klasik Islam yang otentik dan murni.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, dalam sambutannya menyatakan kebanggaan mendalam atas terlaksananya forum strategis ini. Ia menekankan bahwa Islam di Riau bukan hanya menjadi identitas spiritual, tetapi juga fondasi peradaban Melayu di tanah Lancang Kuning. “Islam yang kami anut adalah Islam ahlussunnah waljamaah dengan pijakan akidah Asy’ariyyah, fikih Imam Syafi’i, dan jalur tasawuf Naqsyabandiyah,” tegas Wahid.
Ia pun menyerukan pentingnya melestarikan empat pilar utama PERTI sebagaimana diwariskan oleh pendirinya, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, dan para ulama besar lainnya. Wahid juga memberikan penghargaan khusus kepada Syekh Abdul Gani Alkampari, ulama asal Kampar, yang berjasa dalam mendirikan MTI di daerah tersebut.
Menghadapi derasnya arus paham-paham kontemporer yang kerap berbungkus sunnah namun berisi bid’ah, Wahid menekankan urgensi kebangkitan ulama PERTI. “Saatnya kita tampil di garda depan, menjaga otentisitas Islam dari segala distorsi,” ujarnya lantang.
Sebagai bentuk nyata komitmennya, Wahid menetapkan Haul Tuan Syekh sebagai agenda tetap dalam kalender pariwisata religi Provinsi Riau. Ia juga menggagas program inventarisasi ulama dan tokoh spiritual Melayu, sebagai langkah strategis untuk mewariskan jejak keulamaan kepada generasi mendatang.
“Tagline Riau Rumah Rumpun Melayu, Merawat Tuah Menjaga Marwah bukan sekadar semboyan, tetapi panggilan untuk menjemput kembali berkah yang pernah melekat pada sejarah kita. Tuah dalam budaya Melayu adalah berkah dalam agama, keduanya berjalan beriring,” jelasnya penuh makna.
Wahid menutup dengan ajakan untuk melakukan revitalisasi ajaran kitab kuning secara berkelanjutan. “Kini saatnya kita segarkan kembali perhatian terhadap kitab kuning sebagai jantung pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, agar senantiasa relevan dalam denyut zaman,” tandasnya.