Kabarpekanbaru.com — Sebanyak 72 titik panas terdeteksi di Provinsi Riau pada Senin, (28/10), dengan konsentrasi terbesar berada di Kabupaten Kampar dan Pelalawan. Kondisi ini memicu kekhawatiran meningkatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berdampak pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat setempat.
Kepala BMKG Pekanbaru, Irwansyah Nasution, menjelaskan bahwa peningkatan titik panas ini mengindikasikan adanya karhutla di beberapa wilayah, terutama di Pelalawan yang menyebabkan bau asap tercium di wilayah perbatasan dengan Kabupaten Siak.
Irwansyah menjelaskan bahwa meskipun bau asap belum terlalu tercium di Kota Pekanbaru, wilayah perbatasan antara Pelalawan dan Siak telah terpapar asap dari karhutla. Ini menunjukkan bahwa potensi kebakaran lahan di wilayah-wilayah tersebut cukup serius. Menurut data BMKG, titik panas tertinggi berada di Kampar dan Indragiri Hulu, masing-masing sebanyak 15 dan 12 titik, disusul oleh Bengkalis dengan 9 titik, Rokan Hulu dengan 8 titik, serta Pelalawan dengan 7 titik. Di wilayah lain, seperti Siak, Indragiri Hilir, dan Rokan Hilir, masing-masing tercatat ada 6 titik panas, sementara di Kota Dumai ada 2 titik, dan di Kepulauan Meranti terdapat 1 titik.
Untuk mengatasi karhutla yang semakin meluas, BPBD Riau mengerahkan empat helikopter water bombing guna melakukan pemadaman udara di lima daerah terdampak, yaitu Kampar, Bengkalis, Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Kota Dumai. Kepala BPBD Riau, M. Edy Afrizal, menyatakan bahwa operasi pemadaman dilakukan secara intensif oleh tim gabungan yang bekerja dari darat dan udara untuk memadamkan api secepat mungkin. Selain helikopter, satu pesawat caravan dan satu helikopter patroli turut dilibatkan untuk memantau titik-titik panas di lokasi yang sulit dijangkau.
“Kondisi kebakaran yang kita hadapi cukup mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kita berupaya maksimal dalam pemadaman melalui udara maupun darat,” kata Edy. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah dampak yang lebih buruk, seperti penyebaran asap ke wilayah pemukiman yang lebih luas.
BPBD dan BMKG mengimbau masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar, karena aktivitas ini menjadi salah satu penyebab utama karhutla di Riau. Edy juga menyoroti pentingnya masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam aktivitas yang berisiko memicu kebakaran, termasuk tidak membuang puntung rokok sembarangan di area lahan kering. “Mari bersama menjaga lingkungan demi mencegah kebakaran dan mengurangi dampaknya bagi semua pihak,” imbaunya, menekankan pentingnya kerja sama seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi cuaca panas yang memperparah risiko kebakaran.
Tantangan dalam memadamkan api menjadi semakin sulit di tengah kondisi musim kemarau panjang yang melanda wilayah Riau. Hal ini membuat lahan kering dan rentan terbakar, terutama di daerah gambut yang mudah menyulut api dan menyebarkannya lebih cepat. Pemadaman di lahan gambut juga membutuhkan upaya lebih besar, karena api kerap tersembunyi di bawah lapisan tanah dan sulit dipadamkan hanya dengan pemadaman darat.
Tidak hanya merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap, kebakaran hutan dan lahan juga berdampak pada perekonomian. Sektor pertanian dan perkebunan yang menjadi andalan ekonomi di Riau turut terkena imbas, karena lahan yang terbakar tidak bisa lagi digunakan untuk jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, transportasi udara pun dapat terganggu karena jarak pandang yang menurun akibat asap, sehingga menghambat mobilitas dan aktivitas ekonomi lainnya.
Situasi ini menambah urgensi untuk memperketat pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku pembakaran lahan, baik individu maupun perusahaan. Aparat kepolisian bersama instansi terkait terus memperketat patroli dan pemantauan di lapangan guna mencegah terjadinya pembukaan lahan dengan cara membakar. Bagi pihak yang terbukti melakukan pembakaran, tindakan tegas akan diambil untuk memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa.
Dalam konteks yang lebih luas, masalah kebakaran hutan dan lahan ini juga berhubungan dengan perubahan iklim global. Kebakaran di Riau tidak hanya berdampak lokal tetapi juga berpotensi menyumbang emisi karbon dioksida yang memperburuk pemanasan global. Dengan adanya upaya dari pemerintah, BMKG, dan BPBD dalam mencegah dan menangani karhutla, diharapkan dapat menjadi langkah konkrit dalam mengurangi bencana lingkungan ini.
Untuk menanggulangi dampak jangka panjang, pemerintah daerah juga mulai merancang program reboisasi atau penanaman kembali pada lahan yang terbakar. Selain itu, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya pembakaran hutan dan lahan terus digalakkan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga ekosistem dan lingkungan hidup akan menjadi kunci keberhasilan dalam mencegah kebakaran di masa mendatang.
Dengan usaha bersama antara pemerintah, lembaga penanggulangan bencana, dan masyarakat, diharapkan Provinsi Riau dapat mengatasi tantangan kebakaran hutan dan lahan yang kerap melanda. Dukungan dari semua pihak akan membantu menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas udara yang sehat bagi generasi mendatang.