Kabarpekanbaru.com-Belum lama ini, dan hingga saat ini, muncul polemik mengenai netralitas ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) dalam perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kota Pekanbaru. Isu ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, terutama di kalangan para calon kandidat dan pendukungnya. Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, menyoroti pentingnya netralitas ketua RT dan RW dalam tahapan kampanye pilkada, yang mengundang beragam reaksi dari berbagai pihak.
Pernyataan Penjabat Wali Kota Pekanbaru terkait netralitas ketua RT dan RW ini menjadi salah satu pemicu perdebatan. Dalam penjelasannya, Risnandar Mahiwa menekankan bahwa lembaga RT dan RW harus bersikap netral dan tidak berpihak kepada kandidat tertentu. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut, yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah di tingkat paling bawah. Dalam pandangan Risnandar, netralitas bukan hanya tanggung jawab lurah, tetapi juga harus ditegakkan oleh ketua RT dan RW. “Kalau ketua RT dan RW berpolitik secara terang-terangan, ini jelas tidak diperbolehkan,” tegasnya.
Pernyataan tersebut dikuatkan dengan surat edaran resmi dari Pemerintah Kota Pekanbaru yang disampaikan kepada pihak terkait melalui surat Nomor 64/SE/2024. Meskipun dalam surat edaran tersebut tidak secara tegas menyebutkan ketua RT dan RW, namun implikasinya sangat jelas: semua perangkat pemerintahan di tingkat lokal harus menjaga sikap netral, terutama dalam konteks pemilu. Hal ini diharapkan dapat mencegah konflik kepentingan dan menjaga integritas pemilihan.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan penekanan ini. Beberapa warga berpendapat bahwa ketua RT dan RW memiliki hak untuk memilih dan mendukung kandidat pilihan mereka, sama seperti warga lainnya. Mereka berargumen bahwa ketua RT dan RW adalah bagian dari masyarakat yang memiliki hak suara. Oleh karena itu, seharusnya tidak ada larangan bagi mereka untuk menunjukkan dukungan terhadap calon tertentu, asalkan mereka tidak memanfaatkan jabatan untuk kepentingan politik.
Di sisi lain, ada juga yang menyatakan bahwa sikap netral ketua RT dan RW sangat penting untuk menjaga harmoni dan kedamaian di lingkungan masyarakat. Mereka berpendapat bahwa jika ketua RT dan RW berpihak pada salah satu kandidat, ini bisa menciptakan ketegangan di antara warga yang mendukung kandidat lain. Hal ini bisa berpotensi menimbulkan perpecahan di lingkungan, yang seharusnya menjadi tempat bersatunya berbagai elemen masyarakat. Dengan tetap netral, ketua RT dan RW diharapkan dapat berfungsi sebagai mediator dan penengah, bukan sebagai pihak yang memperuncing perdebatan politik.
Isu ini juga menjadi perhatian dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan pengamat politik di Pekanbaru. Mereka meminta agar Pemerintah Kota Pekanbaru memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai batasan-batasan netralitas yang dimaksud, serta mekanisme pengawasan yang akan diterapkan. “Kami berharap adanya kejelasan agar semua pihak memahami posisi mereka menjelang pilkada,” ujar salah satu perwakilan organisasi masyarakat sipil.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang peran dan tanggung jawab ketua RT dan RW dalam menjaga netralitas. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan mengadakan sosialisasi dan diskusi tentang pentingnya netralitas di lingkungan RT/RW. Kegiatan ini bisa melibatkan berbagai pihak, termasuk calon-calon kepala daerah, untuk mendengarkan aspirasi dan pandangan masyarakat terkait isu ini.
Sementara itu, menjelang pelaksanaan pilkada, ketua RT dan RW diharapkan dapat berperan aktif dalam menciptakan suasana yang kondusif. Mereka perlu mengedukasi warga mengenai pentingnya partisipasi dalam pemilihan, tanpa harus mengarahkan dukungan kepada salah satu kandidat. Dengan melakukan pendekatan ini, diharapkan warga dapat lebih memahami pentingnya memilih berdasarkan visi, misi, dan program kerja kandidat, bukan semata-mata karena dukungan dari ketua RT atau RW.
Tentu saja, polemik mengenai netralitas ini tidak hanya terjadi di Pekanbaru, tetapi juga dapat ditemukan di berbagai daerah lainnya. Banyak daerah di Indonesia yang masih menghadapi tantangan dalam menjaga netralitas perangkat pemerintahan di tingkat bawah selama masa pemilihan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah pusat untuk memberikan panduan yang jelas dan tegas mengenai hal ini, serta mendorong adanya mekanisme pengawasan yang efektif.